Jumat, 19 Mei 2017

Makalah: Ahli-ahli Ekonomi Islam dan Pemikirannya

Ahli-ahli Ekonomi Islam dan Pemikirannya

Oleh Kel.2:
Cut Reni Anggreini, NIM: 140603210
Endah Oktavia, NIM: 140603220
Ervi Wanda Riski, NIM: 140603218


Dosen Pembimbing:
Bismi Khalidin S.Ag., M.Si.



JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah untuk tugas mata kuliah Ekonomi Islam yang berjudul “Ahli-ahli Ekonomi Islam dan Pemikirannya” tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu memotivasi dan memberi masukan-masukan yang bermanfaat sehingga Kami dapat membuat makalah ini dengan baik. Khususnya, Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Bismi Khalidin selaku dosen mata kuliah Ekonomi Islam yang telah memberi tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca khususnya serta rekan-rekan mahasiswa pada umumnya.




Banda Aceh, 6 April 2015

Tim Penulis



DAFTAR ISI

Kata Pengantari
Daftar Isiii
Bab 1 Pendahuluan1
A.    Latar Belakang1
B.     Rumusan Masalah1
C.     Tujuan1
Bab 2 Pembahasan2
A.    Kilasan Tokoh dan Pemikirannya2
B.     Ahli- ahli Ekonomi Islam dan Pemikirannya2
1. Periode Pertama/Fondasi 2
2. Periode Kedua5
3. Periode Ketiga8
Bab 3 Penutup10
A.    Kesimpulan10
B.     Saran10
Daftar Pustaka11


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
   Ilmu ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada tahun 1970-an, akan tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammad Saw. Karena rujukan utama pemikiran ekonomi Islam adalah  Al-Quran dan Hadist maka pemikiran ekonomi ini munculnya juga bersamaan dengan diturunkannya  Al-Quran dan masa kehidupan Rasulullah Saw, pada abad akhir 6 M hingga awal abad 7 M. Setelah masa tersebut banyak sarjana Muslim yang memberikan kontribusi karya pemikiran ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot, yaitu memiliki dasar argumentasi religius dan sekaligus intelektual yang kuat serta -kebanyakan- didukung oleh fakta empiris pada waktu itu. Banyak diantaranya juga sangat futuristik dimana pemikir-pemikir Barat baru mengkajinya ratusan abad kemudian. Pemikiran dikalangan pemikir muslim banyak mengisi khasanah pemikir ekonomi dunia pada masa dimana Barat masih dalam kegelapan. Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.

B.     Rumusan Masalah
Adapun dalam tugas ini akan dibahas beberapa masalah, diantaranya:
1.      Siapa sajakah ahli-ahli pemikiran ekonomi Islam?
2.      Apa-apa saja pemikiran yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi Islam?

C.    Tujuan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan yang telah kita miliki terutama tentang ahli-ahli ekonomi Islam dan pemikirannya.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kilasan Tokoh dan Pemikirannya
Pemikiran ekonomi dalam Islam bertitik tolak dari Al-Quran dan Hadist yang merupakan sumber dasar utama syariat Islam. Oleh karena itu, sejarah pemikiran ekonomi Islam sesungguhnya telah berawal sejak Al-Quran dan Hadist ada, yaitu pada masa kehidupan Rasulullah Saw pada abad ke 7 Masehi. Pemikiran-pemikiran sarjana Muslim pada masa berikutnya pada dasarnya berusaha untuk mengembangkan konsep-konsep Islam sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dengan tetap bersandar kepada Al-Quran dan Hadist.

B.     Ahli- ahli Ekonomi Islam dan Pemikirannya
Siddiqi telah membagi sejarah pemikiran ini menjadi tiga periode, yaitu periode pertama/ fondasi, periode kedua dan periode ketiga. Periodesasi ini masih didasarkan pada kronologikal (urutan waktu) semata, bukan berdasarkan kesamaan atau kesesuaian ide pemikiran. Hal ini dilakukan karena studi tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam masih pada tahap eksplorasi awal. Dalam buku ditambahkan periode kontemporer, pemikiran yang muncul sejak tahun 1930-an hingga sekarang.

1.      Periode Pertama/Fondasi (Masa Awal Islam-450 H / 1058 M)
Pada periode ini banyak sarjana Muslim yang pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para Tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran Islam yang autentik.

a.       Abu Hanifah Al-Nu’man Ibn Sabit bin Zauti (80-150 H / 699-767 M)
Abu Hanifah menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, salah satunya adalah salam, yaitu suatu bentuk transaksi di mana antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang yang dibeli dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu Hanifah mengkritisi prosedur kontrak tersebut yang cenderung mengarah kepada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar lebih dulu, dengan dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci lebih jauh apa yang harus diketahui dan dinyatakan dengan jelas di dalam kontrak. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditas tersebut harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan waktu pengiriman.
Abu Hanifah tidak membebaskan perhiasan dari zakat dan akan membebaskan kewajiban membayar zakat bagi pemilik harta yang dililit hutang. Beliau tidak memperbolehkan pembagian hasil panen dari penggarap kepada pemilik tanah dalam kasus tanah yang tidak menghasilkan apapun. Hal ini dilakukan untuk melindungi para penggarap yang umumnya orang lemah.

b.      Abu Yusuf (103-182 H / 731-798 M)
Abu Yusuf menekankan pentingnya sifat amanah dalam mengelola uang negara, uang negara bukan milik khalifah, tetapi amanat Allah dan rakyatnya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Ia sangat menentang pajak atas tanah pertanian dan mengusulkan penggantian sistem pajak tetap atas tanah menjadi sistem pajak proporsional atas hasil pertanian. Sistem proporsional ini lebih mencerminkan rasa keadilan serta mampu menjadi automatic stabilizer bagi perekonomian sehingga dalam jangka panjang perekonomian tidak akan berfluktuasi terlalu tajam.
Beliaun juga menekankan pentingnya prinsip keadilan, kewajaran, dan penyesuaian terhadap kemampuan membayar dalam pengelolaan keuangan negara. Ia juga membahas teknik dan sistem pemungutan pajak, serta perlunya sentralisasi pengambilan keputusan dalam administrasi perpajakan. Menurutnya, negara memiliki peranan besar dalam menyediakan barang/fasilitas publik, yang di butuhkan dalam pembangunan ekonomi, seperti: jalan, jembatan, bendungan dan irigasi. Dalam aspek mikro ekonomi, Abu Yusuf juga telah mengkaji bagaimana mekanisme harga bekerja dalam pasar, kontrol harga, serta apakah pengaruh berbagai perpajakan terhadapnya.

c.       Muhammad bin Al-Hasan Al-Shaybani (132-189 H / 750-804 M)
Buku pertama Al-Shaybani banyak membahas berbagai aturan syariat tentang ijarah, tijarah, ziraah, dan sinaah. Perilaku konsumsi ideal seorang Muslim menurutnya adalah sederhana, suka memberikan derma (charity), tetapi tidak suka meminta-minta. Buku yang kedua membahas berbagai bentuk transaksi/kerja sama usaha dalam bisnis, misalnya salam, sharikah, dan mudharabah. Buku-buku yang ditulis Muhammad bin Al-Hasan ini mengandung tinjauan normatis sekaligus positif, sebagaimana karya kebanyakan sarjana Muslim.

d.      Abu Ubayd Al-Qasim Ibn Sallam (w.224 H / 838 M)
Buku yang berjudul Al-Amwal ditulis oleh Abu Ubayd merupakan suatu buku yang membahas keuangan publik/kebijakan fiskal secara komprehensif. Di dalamnya dibahas secara mendalam tentang hak dan kewajiban negara, pengumpulan dan penyaluran zakat, khums, kharaj, fay, dan berbagai sumber penerimaan negara lainnya. Buku ini juga kaya dengan paparan sejarah ekonomi negara Islam pada masa dua abad sebelumnya, selain juga merupakan kompendium yang autentik tentang kehidupan ekonomi negara Islam pada masa Rasulullah Saw.

e.       Harith bin Asad Al-Muhasibi (w.243 H / 859 M)
Harith bin Asad Al-Muhasibi menulis buku berjudul Al-Makasib yang membahas cara-cara memperoleh pendapatan sebagai mata pencaharian melalui perdagangan, industri dan kegiatan ekonomi produktif lainnya. Pendapatan ini harus diperoleh secara baik dan tidak melampaui batas / berlebihan. Laba dan upah tidak boleh dipungut atau dibayarkan secara zalim, sementara menarik diri dari kegiatan ekonomi bukanlah sikap Muslim yang benar-benar Islami. Harith menganjurkan agar masyarakat harus saling bekerja sama dan mengutuk sikap pedagang yang melanggar hukum (demi mencari keuntungan).

f.        Ibn Miskwaih (w.421 H / 1030 M)
Ibn Miskwaih banyak membahas tentang pertukaran barang dan jasa serta peranan uang. Menurutnya, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Karenanya, manusia akan melakukan pertukaran barang dan jasa dengan kompensasi yang pas. Dalam melakukan pertukaran uang akan berperan sebagai alat penilai dan penyeimbang dalam pertukaran, sehingga dapat tercipta keadilan. Ia juga banyak membahas kelebihan uang emas (dinar) yang dapat diterima secara luas dan menjadi substitusi bagi semua jenis barang dan jasa. Hal ini dikarenakan emas merupakan logam yang sifatnya: tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah ditiru, dikehendaki dan digemari banyak orang.

g.      Mawardi (w.450 H / 1058 M)
Pemikiran Mawardi tentang ekonomi terutama dalam bukunya yang berjudul, Al-Ahkam al-Sulthoniyyah dan Adab al-Din wa’l Dunya. Buku yang pertama banyak membahas tentang pemerintahan dan administrasi, berisi tentang: kewajiban pemerintah, penerimaan dan pengeluaran negara, tanah (negara dan masyarakat), hak prerogatif negara untuk menghibahkan tanah, kewajiban negara untuk mengawasi pasar, dan lain-lain. Terdapat tugas muhtasib untuk mengawasi pasar, menjamin ketepatan timbangan dan berbagai ukuran lainnya, serta mencegah penyimpangan transaksi dagang dan pengrajin dari ketentuan syariah.
Buku yang kedua banyak membahas tentang perilaku ekonomi Muslim secara individual. Buku ini menyampaikan ajaran-ajaran tasawuf tentang budi luhur individu dalam perekonomian yang meliputi empat mata pencaharian utama, yaitu: pertanian, peternakan, perdagangan dan industri. Selain itu, buku ini juga membahas perilaku-perilaku yang dapat merusak budi luhur, antara lain: ketamakan dalam menimbun kekayaan dan menuntut kekuasaan. Mawardi juga membahas tentang berbagai hukum syariat dari mudharabah dalam karyanya, Al-Hawi al-Mudharabah.

2.      Periode Kedua (450-850 H / 1058-1446 M)
Pemikiran ekonomi pada masa ini banyak dilatarbelakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekadensi moral, serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam berada dalam taraf kemakmuran. Para pemikir ini memang berkarya dalam berbagai bidang ilmu yang luas, tetapi ide-ide ekonominya sangat cemerlang dan berwawasan ke depan. Berikut ini beberapa pokok pikiran mereka.




a.       Al-Ghazali (451-505 H / 1055-1111 M)
Dalam pandangan Al-Ghazali, kegiatan ekonomi merupakan amal kebajikan yang dianjurkan oleh Islam. Kegiatan ekonomi harus ditujukan mencapai maslahah untuk memperkuat sifat kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keteguhan hati manusia.
Bagi Al-Ghazali, pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”. Dalam Al-Ihya’, ia menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar. Al-Ghazali telah mendiskusikan kerugian dari sistem barter dan pentingnya uang sebagai alat tukar dan pengukur nilai barang dan jasa. Uang bukanlah komoditas sehingga dapat diperjualbelikan. Memperjualbelikan uang ibarat memenjarakan uang, sebab hal ini akan mengurangi jumlah uang yang berfungsi sebagai alat tukar. Ia menyatakan bahwa pemalsuan uang (maghsyusy) sangat berbahaya karena dampaknya yang berantai, bahkan lebih berbahaya daripada pencurian uang.
Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-dien), (2) hidup atau jiwa (nafs), (3) keluarga atau keturunan (nasl), (4) harta atau kekayaan (maal), dan (5) intelek atau akal (aql). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya”.
Tambahan pula, Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian dari tugas-tugas kewajiban social (fard al-kifayah) yang sudah ditetapkan Allah. Dan ia bersikeras bahwa pencaharian hal-hal ini harus dilakukan secara efisien, karena perbuatan demikian merupakan bagian dari pemenuhan tugas keagamaan seseorang.
Al-Ghazali juga banyak menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang dilarang atau diperbolehkan dalam pandangan Islam. Ia juga menganggap bahwa korupsi dan penindasan merupakan faktor yang dapat menyebakan penurunan ekonomi, karenanya pemerintah harus memberantasnya. Pemerintah tidak diperbolehkan memungut pajak melebihi ketentuan syariat, kecuali jika sangat terpaksa.

b.      Ibn Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M)
Menurut Ibn Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestic dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan penawaran atau permintaan.
Ibn Taimiyah telah membahas pentingnya suatu persaingan dalam pasar yang bebas, peranan “market supervisor” dan lingkup dari peranan negara. Negara harus mengimplementasikan aturan main yang Islami sehingga produsen, pedagang, dan para agen ekonomi lainnya dapat melakukan transaksi secara jujur dan fair. Negara juga harus menjamin pasar berjalan secara bebas dan terhindar dari praktik-praktik pemaksaan, manipulasi dan eksploitasi yang memanfaatkan pasar sehingga persaingan dapat berjalan dengan sehat. Selain itu, negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar dari rakyat.
Banyak juga aspek mikro yang dikaji oleh Ibn Taimiyah, misalnya tentang beban pajak tidak langsung yang dapat digeserkan oleh penjual (yang seharusnya membayar pajak ini) kepada pembeli dalam bentuk harga beli yang tinggi. Dalam hal uang, ia telah mengingatkan risiko yang dimungkinkan timbul jika menggunakan standar logam ganda (sebagaimana kemudian dikenal sebagai Gresham’s Law di Barat). Hal lain yang dibahas adalah peranan demand dan supply terhadap penentuan harga serta konsep harga ekuivalen yang menjadi dasar penentuan keuntungan yang wajar.

c.       Ibn Khaldun (732-808 H / 1332-1404 M)
Secara umum Ibn Khaldun sangat menekankan pentingnya suatu sistem pasar yang bebas. Ia menentang intervensi negara terhadap masalah ekonomi dan percaya akan efisiensi sistem pasar bebas. Ia juga telah membahas tahap-tahap pertumbuhan dan penurunan perekonomian di mana dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Jika pengeluaran dan pendapatan suatu negara seimbang serta jumlahnya besar, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. ia juga menekankan pentingnya demand side economics khususnya pengeluaran pemerintah untuk mencegah kemerosotan bisnis dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Dalam situasi kemerosotan ekonomi, pajak harus dikurangi dan pemerintah harus meningkatkan pengeluarannya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Ibn Khaldun menekannkan pentingnya ide-ide baru dalam praktik industri dan kerajinan, serta menganggap bahwa ekspansi pasar merupakan masalah yang krusial dalam hal ini. Dalam hal penawaran tenaga kerja ia berpendapat bahwa jika tingkat upah berada di atas titik tertentu maka penawaran tenaga kerja justru akan menurun, sebagaimana dikenal sebagai backward sloping supply curve dalam teori ekonomi modern.
Ketika menyinggung masalah laba, Ibn Khaldun mengatakan bahwa keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan. Sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan karena pedagang kehilangan motivasi. Sebaliknya bila pedagang mengambil keuntungan yang sangat tinggi, hal ini juga akan melesukan perdagangan karena permintaan konsumen akan melemah.

d.      Nasiruddin Tusi (w.485 H / 1093 M)
Tusi menyatakan bahwa spesialisasi dan pembagian tenaga kerja telah menciptakan surplus ekonomi sehingga memungkinkan terciptanya kerja sama dalam masyarakat untuk saling menyediakan barang dan jasa kebutuhan hidup. Hal ini merupakan tuntunan alamiah, sebab seseorang tidak bisa menyediakan semua kebutuhannya sendiri sehingga menimbulkan ketergantungan satu dengan lainnya. Akan tetapi, jika proses ini dibiarkan secara alamiah, kemungkinan manusia akan saling bertindak tidak adil dan menuruti kepentingannya sendiri-sendiri. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi (siyasah/politik) yang mendorong manusia untuk saling bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Tusi sangat menekankan pentingnya tabungan dan mengutuk konsumsi yang berlebihan serta pengeluaran-pengeluaran untuk asset-aset yang tidak produktif. Ia memandang pentingnya pembangunan pertanian sebagai fondasi pembangunan ekonomi secara keseluruhan dan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Ia juga merekomendasikan pengurangan pajak, di mana berbagai pajak yang tidak sesuai dengan syariah Islam harus dilarang.

3.      Periode Ketiga (850-1350 H / 1446-1932 M)
Dalam periode ketiga ini kejayaan pemikiran, dan juga dalam bidang lainnya, dari umat Islam sebenarnya telah mengalami penurunan. Namun demikian, terdapat beberapa pemikiran ekonomi yang berbobot selama dua ratus tahun terakhir, sebagaimana tampak dalam karya dari:

a.       Shah Waliullah (1114-1176 H / 1703-1762 M)
Menurut Shah Waliullah, manusia secara alamiah adalah makhluk sosial sehingga harus melakukan kerja sama antara satu orang lainnya. Beliau juga menekankan perlunya pembagian faktor-faktor ekonomi yang bersifat alamiah secara lebih merata, misalnya tanah. Untuk pengelolaan negara, maka diperlukan adanya suatu pemerintahan yang mampu menyediakan sarana pertahanan, membuat hukum dan menegakkannya, menjamin keadilan, serta menyediakan berbagai sarana public seperti jalan dan jembatan. Untuk berbagai keperluan ini negara dapat memungut pajak dari rakyatnya.
Berdasarkan pengamatannya terhadap perekonomian di Kekaisaran Mughal India, Waliullah mengemukakan dua faktor utama yang menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dua faktor tersebut yaitu: pertama, keuangan negara dibebani dengan berbagai pengeluaran yang tidak produktif; kedua, pajak yang dibebankan kepada pelaku ekonomi terlalu berat sehingga menurunkan semangat berekonomi. Menurutnya, perekonomian dapat tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan yang didukung oleh administrasi yang efisien.

b.      Muhammad Iqbal (1289-1356 H / 1873-1938 M)
Keadilan social merupakan aspek yang mendapat perhatian besar dari Iqbal, dan ia menyatakan bahwa negara memiliki tugas yang besar untuk mewujudkan keadilan sosial ini. Zakat, yang hukumnya wajib dalam Islam, dipandang memiliki posisi yang strategis bagi penciptaan masyarakat yang adil.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Pemikiran ekonomi Islam adalah respon para pemikir Muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran ekonomi tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran Al-Quran sunnah, ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka. Objek kajian dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran tentang ekonomi, tetapi pemikiran para ilmuwan Islam tentang ekonomi dalam sejarah atau bagaimana mereka memahami ajaran Al-Quran dan sunnah tentang ekonomi.
Meskipun para pemikir tersebut tidak hidup pada masa yang sama, tetapi mereka memiliki pemikiran yang sama tentang ekonomi Islam dan bahkan saling keterkaitan antara pemikiran yang satu dengan lainnya. Ini menunjukkan bahwa ahli-ahli ini menggunakan pedoman Al-Quran dan Hadist -yang merupakan sumber ajaran Islam- dalam mengutarakan pendapatnya.
           
B.     Saran
Dengan selesainya makalah ini kami sadar bahwasanya makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi materi pembahasan maupun ejaan kata. Maka dari itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar di kemudian hari kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai ahli-ahli ekonomi Islam dan pemikirannya.



DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Misanam, Munrokhim, dkk. Cet. ke-4: 2012. Ekonomi Islam (P3EI). Jakarta: PT RajaGrafindo        Persada.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Beginner Template by Ipietoon Cute Blog Design